HUBUNGAN OGOH-OGOH DAN HARI RAYA NYEPI
HUBUNGAN OGOH-OGOH DAN HARI RAYA NYEPI
Banyaknya versi yang beredar di masyarakat Bali yang menjelaskan tentang awal mula munculnya ogoh-ogoh tersebut, sehingganuntuk mengetahui kapan awal mula munculnya ogoh-ogoh secara pastiĀ sangatlah sulit. Diperkirakan ogoh-ogoh tersebut dikenal sejak jaman Dalem Balingkang dimana pada saat itu ogoh-ogoh digunnakan pada saat upacara pitra yadnya(upacara pemujaan yang ditujukan kepada para pitara dan kepada roh-roh leluhur umat Hindu yang telah meninggal dunia). Pendapat lain menyebutkan ogoh-ogoh tersebut terinspirasi dari tradisi Ngusaba Ndong-Nding di Desa Selat Karangasem. Perkiraan lain juga muncul dan menyebutkan barong landung yang merupakan perwujudan dari Raden Datonta dan Sri Dewi Baduga (pasangan suami istri yang berwajah buruk dan menyeramkan yang pernah berkuasa di Bali) merupakan cikal-bakal dari munculnya ogoh-ogoh yang kita kenal saat ini. Informasi lain juga menyatakan bahwaa ogoh-ogoh itu muncul tahun 70 sampai 80-an. Ada juga pendapat yang menyatakan ada kemungkinan ogoh-ogoh itu dibuat oleh para pengrajin patung yang telah merasa jenuh mmembuat patung yang berbahan dasar batu padas, batu atau kayu, namun disisi lain mereka ingin menunjukan kemampuan mereka dalam mematung, sehingga timbul suatu ide untuk membuat suatu patung dari bahan yang ringan supaya hasilnya nanti bisa diarak dan dipertunjukan.
Menurut definisinya, ogoh-ogoh didefinisikan sebagai karya seni patung dalam kebudayaan Bali yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala. Dalam ajaran Hindu, Bhuta Kala melambangkan kekuatan alam semesta (bhu) dan waktu (kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan. Dalam perwujudan patung yang dimaksud, Bhuta Kala digambarkan sebagai sosok yang besar menakutkan dan pada umumnya berupa wujud raksasa (rakshasa). Raksasa adalah bangsa pemakan daging manusia atau kadang-kadang sebaagai bangsaa kanibal dan dilukiskan dalam Yakshagana, sebuah seni populer dari Karnataka. Menurut mitologi Hindu dan Budha menyatakan, kata rakshasa mempunyai arti kekejaman, yang merupakan lawan kata raaksha yang artinya kesentosaan. Namun tidak semua raksasa memiliki kepribadian kejam, seperti Wibisana, Hiranyaksa, dan Hiranyakasipu, Yng mendapat berkah dari dewa karena mereka memuja Dewa Brahma. Menurut kitab Ramayana mnguraikan, bahwa raksasa diciptakan dari kaki Dewa Brahma. Sedangkan menurut kisah lain, mereka berasal dari tokoh Pulastya, Khasa, Nirriti, dan Nirrita.
Dilihat dari bentuknya ogoh-ogoh memiliki peranan sebagai simbol atau pemvisualisasian prosesi penetralisiran kekuatan-kekuatan negatif atau kekuatan Bhuta (kekuatan alam). Pada awal mula diciptakannya ogoh-ogoh dibuat dari rangka kayu dan bambu sederhana, rangka tersebut dibentuk lalu dibunngkus kertas. Pada perkembangan jaman yang maju pesat ogoh-ogoh pun terimbas dampaknya, ogoh-ogoh makin berinovasi, ogoh-ogoh dibuat dengan rangka dari besi yang dirangkaikan dengan bambu yang dianyam, pembungkus bodi ogoh-ogoh pun diganti dengan gabus atau stereofom dengan teknik pengecatan. Tema ogoh-ogoh pun semakin bervariasi, dari tema pewayangan, modern, porno sampai politik yangtidak mencerminkan makna agaa. Tema ogoh-ogoh yang diharapkan adalah sesuai dengan nilai agama Hindu yaitu tidak terlepas dari Tuhan, Manusia dan Bhuta Kala sebagai penyeimbang hubungan ketiganya. Ogoh-ogoh simbol Kala ini haruslah sesuai dengan sastra agama yang diatur dalam pakem dan bukan seperti yang beberapa dibuat saat ini, karena banyak kita lihat Kala dibuat berbentuk manusia lucu, rocker, anak punk, raksasa seksi dan seronok. Tapi dari sudut pandang lain mengatakan ogoh-ogoh itu merupakan kreativitas anak muda yang mengeksploitasi bentuk gejala alam atau fenomena sosial yang terjadi dimasyarakat sat ini jadi tidak perlu ada batasnya atau pengekangan dalam berekspresi.
Adapun dampak positif dan negatif dari adanya peryaan ogoh-ogoh tersebut. Dampak positifnya yaitu menjadi hiburan tersendiri bagi umat Hindu dan non Hindu, menarik banyak wisatawan daari dalam maupun luar negeri, karena ogoh-ogoh adalah sebuah patung yang sangat besar maka dibutuhkan banyak orang untuk mengaraknya dari sanalah rasa persatuan dan kesatuan diantara umat Hindu, dalam pembuatan ogoh-ogoh yang mengandung unsur seni dapat menghidupkan kreativitas pada pemuda pemusik bali. Dampak negatifnya yaitu munculnya seperti pertikaian baik kecil maupun besar antara warga (khususnya pemuda) akan hal-hal yang secara personal tidak tidak terkait dengan pemaknaan pengerupukan tersendiri.
Makna ogoh-ogoh ini merupakan cerminan sifat-sifat negatif pada diri manusia. Tradisi ini mengingatkan masyarakat Bali khususnya. Selain itu, ogoh-ogoh diarak keliling desa bertujuan agar kekuatan negatif yang ada di sekitar desa agar ikut bersama ogogh-ogoh. Ritual meminum arak bagi orang yang mengarak ogoh-ogoh dianggap sebagai perwaakilan dari sifat buruk yang ada di dalam diri manusia. Beban berat yang mereka gendong adalah sebuah sifat negatif, seperti cerminan sifat-sifat raksasa, ketika manusia menyadari ini. Akhir pengarakan ogoh-ogoh, masyarakat akan membakar figur raksasa ini, boleh jadi dikatakan membakar (membiarkan terbakar habis) sifat-sifat yang seperti si raksasa. Ketika semua beban akan sifat-sifat begatif selama ini mengambil begitu banyak energi kehidupan seseoraang, maka seseorang akan siap memulai sebuah saat yang baru. Ketika segalanya menjadi hening, masyarakat diajak untuk siap memasuki dan memaknai Nyepi dengan sebuah daya hidup yang sepenuhnya baru dan berharap menemukan makna kehidupan yang sesungguhnya bagi dirinya dan segenap semesta. Jadi kesimpulannya, ogoh-ogoh sebenarnya tidak memiliki hubungan langsung dengan upacara Hari Raya Nyepi. Patung yang dibuat dengan bambu, kertas, kain dan benda-benda yang sederhana itu merupakan kreativitas dan spontanitas masyarakat yang murni sebagai cetusan rasa semarak untuk memeriahkan upacara ngrupuk. Karena tidak ada hubungannya dengan Hari Raya Nyepi, maka jelaslah ogoh-ogoh itu tidak mutlak ada dalam upacara tersebut. Namun benda itu tetap boleh dibuat sebagai pelengkap kemeriahan upacara dan bentuknya agar disesuaikan, misalnya raksasa atau Bhuta Kala.
Sumber :
- panbelog.wordpress.com
- www.wisatabaliaga.com
dwiriasta is | Topic: Tak Berkategori | Tags: None
No Comments, Comment or Ping